Iman kepada Allah SWT adalah hal yang paling penting dalam penegakkan agama islam, oleh sebab itu iman kepada Allah menjadi yang pertama dalam rentetan rukun iman. Sebagai seorang muslim kita wajib mengimani adanya Allah. Kita juga berkewajiban mengerti sifat-sifat wajib, jaiz atau mustahil bagi Allah. Dengan pemahaman ini diharapkan kita bisa menambahkan nilai-nilai keimanan dalam hati kita.
Sebagai seorang muslim tentu kita harus mengerti mengenai ilmu ketauhidan. Ilmu yang berkenaan dengan rukun iman dan rukun islam. Dalam rangka memperkokoh keimanan, kita juga dianjurkan untuk mengetahui sifat-sifat Allah. Dimana menurut pendapat para ulama ada sangat banyak sekali sifat-sifat bagi Allah. Namun berdasarkan dalil Naqli dan dalil Aqli dan telah disepakati oleh para ulama, ada 20 (dua puluh) nama-nama wajib bagi Allah yang wajib kita ketahui.
- Wujud
- Qidam
- Baqa’
- Mukhoolafatul lil hawaadist
- Qiyamuhu Binafsih
- Wahdaniyah
- Qudrat
- Irodat
- Ilmun
- Hayat
- Sama’
- Bashar
- Kalam
- Qodiran
- Muridan
- Aliman
- Hayan
- Samian
- Basiran
- Mutakaliman
Wujud / Ada
Sifat wajib bagi Allah yang pertama adalah sifat wujud yang berarti ada. Ada dengan arti Allah adalah dzat yang sudah pasti keberadaannya. Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Allah berdiri sendiri dan tidak ada yang menciptakannya. Adanya bumi dan langit adalah bukti keberadaan Allah.
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Innanī anallāhu lā ilāha illā ana fa’budnī wa aqimiṣ-ṣalāta liżikrīArtinya: Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Qidam / Terdahulu atau Awal
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Huwal-awwalu wal-ākhiru waẓ-ẓāhiru wal-bāṭin, wa huwa bikulli syai`in ‘alīmArtinya: Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Baqa’ / Kekal
Baqa’ memiliki arti kekal, maksudnya Allah adalah dzat yang tidak bisa mati atau binasa. Tidak seperti halnya manusia atau makhluk apapun yang mempunyai masa dimana dia akan binasah. Seperti yang telah diterangkan dalam Al-qur’an surah Ar-Rahman ayat 26-27.
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
Kullu man ‘alaihā fānArtinya: Semua yang ada di bumi itu akan binasa
وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
Wa yabqā waj-hu rabbika żul-jalāli wal-ikrāmArtinya: Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Mukholafatul Lilhawadits / Berbeda dengan makhluk ciptaanya.
Berbeda mempunyai arti tidak sama. Maksudnya Allah merupakan dzat yang maha sempurna, tidak ada sesuatu apapun yang mampu mennyerupai Allah. Tidak ada yang mampu menandingi kebesaran Allah SWT. Seperti dalam surah Al-Ikhlas Allah berfirman.
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
Wa lam yakul lahụ kufuwan aḥadArtinya: Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.
Qiyamuhu Binafsihi / Berdiri sendiri
Berdiri sendiri artinya tidak membutuhkan bantuan siapapun dan apapun. Allah yang maha mengurus semua makhluk tanpa merasakan kesusahan atau kelelahan. Sedikit kutipan dari ayat kursi Allah berfirman.
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُو الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ
Alloohu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa naum.Artinya: Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Wahdaniyah / Tunggal atau Esa
Esa memiliki arti satu-satunya. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Allah yang maha berkehendak atas segala sesuatu. Dalam surah Al-Ikhlas ayat 1-2 Allah berfirman.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ
Qul huwallāhu aḥad Allāhuṣ-ṣamad.Artinya: Katakanlah: “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Qudrat / Berkuasa
Berkuasa memiliki arti menguasai atas segala sesuatu. Allah yang maha berkuasa atas langit, bumi, beserta isinya. Allah yang memberikan kerajaan kepada siapa yang Allah kehendaki, dan Allah yang mengambil kerajaan itu kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Dalam penggalan surah Al-Baqarah ayat 20 Allah ta a’la berfirman.
إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
innallāha ‘alā kulli syai`ing qadīr Artinya: Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
Iradat / Berkehendak
Maha berkehendak, artinya Allah yang maha memiliki wewenang atas segala sesuatu. Andai kata Allah mentakdirkan seseorang untuk mendapatkan sepiring makanan, maka tidak ada satu makhlukpun yang mampu menghalanginya. Dalam surah Hud ayat 107 Allah berfirman.
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ
Artinya: Sesungguhnya tuhan mu maha pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.‘ilmun / Mengetahui
Maha mengetahui, artinya Allah tahu atas segala sesuatu yang sudah terjadi dan yang akan terjadi. Dari yang tersembunyi ataupun yang nampak. Tidak ada sesuatu apapun yang lepas dari pengawasan Allah. Telah berfirman Allah dalam Al-Qur’an surah Qaf ayat 16 yang berbunyi.
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
Wa laqad khalaqnal-insāna wa na’lamu mā tuwaswisu bihī nafsuh, wa naḥnu aqrabu ilaihi min ḥablil-warīd Artinya:Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya
Hayat / Hidup
Hidup memiliki arti kekal tidak pernah mati ataupun tidur. Dalam potongan ayat kursi Allah berfirman.
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Artinya: Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya).Sama’ / Mendengar
Maha mendengar, artinya Allah mendengar semua doa hambanya yang mereka panjatkan. Dan Allah tidak pernah bosan mendengar keluh kesah hamba-hambanya. Dalam surah Al-Maidah ayat 76 Allah berfirman.
قُلْ أَتَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا ۚ وَاللَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Qul a ta’budụna min dụnillāhi mā lā yamliku lakum ḍarraw wa lā naf’ā, wallāhu huwas-samī’ul-‘alīArtinya: Katakanlah: “Mengapa kamu menyembah selain daripada Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat kepadamu dan tidak (pula) memberi manfaat?” Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Basar / Melihat
إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
inna laaha ya’lamu ghayba ssamaawaati wal-ardhi walaahu bashiirun bimaa ta’maluunArtinya: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hujarat:18)
Qalam / Berfirman
Al-Qalam memiliki arti yang maha berbicara. Tentu yang dimaksud berbicara disini tidak sama seperti halnya manusia berbicara. Seperti yang dijelaskan dalam surah Al-A’raf ayat 143.
وَلَمَّا
جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي
أَنْظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَٰكِنِ انْظُرْ إِلَى
الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ۚ فَلَمَّا
تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ
فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُؤْمِنِينَ
Wa
lammā jā`a mụsā limīqātinā wa kallamahụ rabbuhụ qāla rabbi arinī anẓur
ilaīk, qāla lan tarānī wa lākininẓur ilal-jabali fa inistaqarra makānahụ
fa saufa tarānī, fa lammā tajallā rabbuhụ lil-jabali ja’alahụ dakkaw wa
kharra mụsā ṣa’iqā, fa lammā afāqa qāla sub-ḥānaka tubtu ilaika wa ana
awwalul-mu`minīnArtinya: Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”
Qadiran / Berkuasa
إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
innallāha ‘alā kulli syai`ing qadīrArtinya: Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu
Muridan / Berkehendak
Muridan memiliki arti, apabila Allah telah berkehendak atas suatu pekara maka tidak ada suatu apapun yang mampu untuk menghalanginya. Dalam Qur;an surah Hud 107 Allah berfiman.
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۚ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ
Khālidīna fīhā mā dāmatis-samāwātu wal-arḍu illā mā syā`a rabbuk, inna rabbaka fa”ālul limā yurīdArtinya: Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.
‘Aliman / Mengetahui
Allah adalah dzat yang menghetahui atas segala sesuatu. Dalam surah An-Nisa 176 Allah berfirman.
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
wallāhu bikulli syai`in ‘alīmArtinya: Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Hayyan / Hidup
Allah merupakan dzat yang maha hidup. Dzat yang tidak akan pernah mati. Dalam surah Al-Furqan Allah berfirman.
وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ ۚ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ
خَبِيرًا
Wa tawakkal ‘alal-ḥayyillażī lā yamụtu wa sabbiḥ biḥamdih, wa kafā bihī biżunụbi ‘ibādihī khabīrāArtinya: Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.
Sami’an / Mendengar
Bashiran / Melihat
Allah itu maha melihat segala sesuatu yang hambanya lakukan. Maka hendaknya kita selalu berhati-hati atas segala yang kita perbuat.
Mutakalliman / Berfirman atau berkata – kata
Memiliki arti yang tidak jauh berbeda dengan Al-Qalam yakni berkata-kata. Mutakaliman juga memiliki arti maha berbicara kepada para hambanya.
Konsep sifat wajib,
mustahil, dan jaiz berangkat dari kenyataan, bahwa untuk membuktikan
eksistensi mayoritas sifat tersebut meskipun terdapat dalil naqli berupa
Al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber akidah, tetap membutuhkan
penalaran akal sehat, yang dalam konteks ini dikenal hukum 'aqli yang
ada tiga, yaitu wajib, mustahil, dan jaiz 'aqli. Terlebih bagi orang
yang sama sekali belum percaya terhadap eksistensi Allah sebagai Tuhan
maupun eksistensi para Rasul. Bagaimana mungkin orang bisa menyakini
kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil eksistensi Allah, sementara
ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah sebagai Tuhan dan para
Rasul-Nya? Tentu ia tidak menerima Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil
pembuktiannya.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Konsep sifat wajib,
mustahil, dan jaiz berangkat dari kenyataan, bahwa untuk membuktikan
eksistensi mayoritas sifat tersebut meskipun terdapat dalil naqli berupa
Al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber akidah, tetap membutuhkan
penalaran akal sehat, yang dalam konteks ini dikenal hukum 'aqli yang
ada tiga, yaitu wajib, mustahil, dan jaiz 'aqli. Terlebih bagi orang
yang sama sekali belum percaya terhadap eksistensi Allah sebagai Tuhan
maupun eksistensi para Rasul. Bagaimana mungkin orang bisa menyakini
kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil eksistensi Allah, sementara
ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah sebagai Tuhan dan para
Rasul-Nya? Tentu ia tidak menerima Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil
pembuktiannya.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Konsep sifat wajib,
mustahil, dan jaiz berangkat dari kenyataan, bahwa untuk membuktikan
eksistensi mayoritas sifat tersebut meskipun terdapat dalil naqli berupa
Al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber akidah, tetap membutuhkan
penalaran akal sehat, yang dalam konteks ini dikenal hukum 'aqli yang
ada tiga, yaitu wajib, mustahil, dan jaiz 'aqli. Terlebih bagi orang
yang sama sekali belum percaya terhadap eksistensi Allah sebagai Tuhan
maupun eksistensi para Rasul. Bagaimana mungkin orang bisa menyakini
kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil eksistensi Allah, sementara
ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah sebagai Tuhan dan para
Rasul-Nya? Tentu ia tidak menerima Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil
pembuktiannya.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Ahlussunnah wal Jama’ah
meyakini bahwa Allah itu bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna, dan
mustahil bersifat sebaliknya. Para ulama kemudian menetapkan apa yang
disebut (dalam istilah Jawa, red) Aqaid Seket (akidah 50 sebagaimana
diterangkan dalam beberapa kitab akidah Ahlusssunnah wal Jama'ah adalah
akidah tentang sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah; dan bagi para
Nabi).
Konsep sifat wajib, mustahil, dan jaiz berangkat dari kenyataan, bahwa
untuk membuktikan eksistensi mayoritas sifat tersebut meskipun terdapat
dalil naqli berupa Al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber akidah,
tetap membutuhkan penalaran akal sehat, yang dalam konteks ini dikenal
hukum 'aqli yang ada tiga, yaitu wajib, mustahil, dan jaiz 'aqli.
Terlebih bagi orang yang sama sekali belum percaya terhadap eksistensi
Allah sebagai Tuhan maupun eksistensi para Rasul. Bagaimana mungkin
orang bisa menyakini kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil
eksistensi Allah, sementara ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah
sebagai Tuhan dan para Rasul-Nya? Tentu ia tidak menerima Al-Qur’an dan
hadits sebagai dalil pembuktiannya.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Ahlussunnah wal Jama’ah
meyakini bahwa Allah itu bersifat dengan sifat-sifat yang sempurna, dan
mustahil bersifat sebaliknya. Para ulama kemudian menetapkan apa yang
disebut (dalam istilah Jawa, red) Aqaid Seket (akidah 50 sebagaimana
diterangkan dalam beberapa kitab akidah Ahlusssunnah wal Jama'ah adalah
akidah tentang sifat wajib, mustahil, dan jaiz bagi Allah; dan bagi para
Nabi).
Konsep sifat wajib, mustahil, dan jaiz berangkat dari kenyataan, bahwa
untuk membuktikan eksistensi mayoritas sifat tersebut meskipun terdapat
dalil naqli berupa Al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber akidah,
tetap membutuhkan penalaran akal sehat, yang dalam konteks ini dikenal
hukum 'aqli yang ada tiga, yaitu wajib, mustahil, dan jaiz 'aqli.
Terlebih bagi orang yang sama sekali belum percaya terhadap eksistensi
Allah sebagai Tuhan maupun eksistensi para Rasul. Bagaimana mungkin
orang bisa menyakini kebenaran Al-Qur’an dan hadits sebagai dalil
eksistensi Allah, sementara ia bahkan belum meyakini eksistensi Allah
sebagai Tuhan dan para Rasul-Nya? Tentu ia tidak menerima Al-Qur’an dan
hadits sebagai dalil pembuktiannya.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87676/dalil-dan-penjelasan-tentang-20-sifat-wajib-bagi-allah
0 comments: